<p style="text-align: justify;"> Pagi yang cerah Kamis (5/7) Rombongan yang akan berangkat mengikuti Bhakti pengaryan pemkab Badung 2018 berkumpul di kantor desa Canggu. Tepat pukul 09.00 wita, rombongan berangkat menggunakan dua bis. Sebanyak 54 orang yang mengikuti kegiatan ini, dari unsur LPM, BPD, Karang Taruna, Staf Desa, klian dinas, dan anggota Kim desa Canggu. Dengan cuaca yang cerah dan tanpa mengalami macet,  pukul 10.50 wita, bis berhenti di Rambut Siwi. Semua turun untuk memohon keselamatan dalam perjalanan.</p> <p style="text-align: justify;"> Di Rambut Siwi rombongan Canggu dan Dalung bertemu. Dengan tujuan dan travel yang sama, akhirnya berangkat bersama menuju Gilimanuk pada pukul 11.15 wita. Perjalanan sangat lancar. Pukul 12.00 sampai di terminal lama Gilimanuk. Kami turun untuk menikmati ayam betutu khas Gilimanuk yang sangat lezat.</p> <p style="text-align: justify;"> Pukul 13.00 wita kami berangkat menuju pelabuhan Gilimanuk. Antrean lumayan banyak karena banyak bis yang membawa rombongan Bhakti Pengaryan kabupaten Badung 2018. Pukul 14.20 bis masuk ke dalam kapal.</p> <p style="text-align: justify;"> Pengalaman naik kapal ferry kali ini lumayan menegangkan. Angin yang keras dan goncangan kapal yang lumayan menegangkan. Dalam waktu satu jam kami sudah sampai di tanah Jawa. Perjalanan dilanjutkan ke gunung Semeru. Melewati kota Banyuwangi dan desa-desa dengan pemandangan yang indah. Tampak di sepanjang jalan pohon mangga yang sedang berbunga, pohon buah naga yang ditanam di halaman rumah penduduk , sawah dan kebun tebu.</p> <p style="text-align: justify;"> Perjalanan menuju Gunung Semeru melewati beberapa kecamatan. Kecamatan Jajag, Genteng, Glenmore dan Kalibaru. Setelah itu kami melewati bukit Gumitir. Di bukit ini tidak ada bunga gumitir seperti di Bali, sepanjang jalan hanya terbentang kebin kopi yang hijau. Perjalanan agak lambat karena padatnya kendaraan yang lewat dan jalan yang berliku seperti di Bedugul.</p> <p style="text-align: justify;"> Memasuki daerah Jember pukul 19.30 wib. Waktu yang tepat untuk menikmati makan malam. Bis berhenti di restoran Gerahan Asri. Dengan menu gulai dan sate kambing, ayam goreng, sate ayam, sayur pokcay dan mie goreng makan malam terasa sangat nikmat. Pukul 20.15 wib perjalanan dilanjutkan menuju gunung Semeru.</p> <p style="text-align: justify;"> Dari Jember ke Lumajang menempuh perjalanan selama 3 jam. Kami semua tertidur dan sampai di Pura pada pukul 23.30 wib. Pemandu memberitahu bahwa sembahyang ke Pura akan dilaksanakan pukul 04.00 wib. Masih ada waktu untuk beristirahat, banyak yang memutuskan mencari penginapan. Dengan naik ojek kami diantar ke penginapan yang terdekat dengan pura. Penginapan disini perkamar harganya Rp. 100.000. Kamar yang sederhana di rumah penduduk ini lumayanlah buat beristirahat sejenak.</p> <p style="text-align: justify;"> Pura Mandhara Giri Semeru Agung yang terletak di kaki gunung Semeru, merupakan pura tertua di Indonesia. Terletak di Jalan Serma Dohir, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang – Jawa Timur.</p> <p style="text-align: justify;">  </p> <p style="text-align: justify;"> Arsitektur dan tata ruang mirip Pura yang berada di Bali yang dibalut dengan gaya arsitektur khas Majapahit. Terdapat ruangan Aula atau Pandapa, ornamen patung gajah atau bale gajah.</p> <p style="text-align: justify;">  Akses menuju Pura, jalannya sudah cukup baik. Bahkan mampu mengakomodir rombongan puluhan Bus dari Pulau Bali yang datang untuk melakukan peribadatan. Umat Hindu akhirnya berhasil mewujudkan gagasannya untuk mendirikan Pura ini, meskipun diawal hanya bangunan yang sederhana.</p> <p style="text-align: justify;"> Perbedaan budaya dan kepercayaan agama antar masyarakat di sekitar Pura Mandhara Giri Semeru Agung di Kecamatan Senduro ini benar-benar menunjukkan adanya keramahan dan toleransi antar agama yang tinggi di Indonesia. Salah satu kerukunan yang dapat kita jumpai secara nyata, adanya 3 tempat ibadah yaitu Masjid, Gereja, dan Pura yang letaknya cukup berdekatan di Senduro.</p> <p style="text-align: justify;"> Di sini bisa ditemui masyarakat Suku Jawa, Madura, dan Tengger hidup berdampingan dan harmonis. Ibu pemilik penginapan tempat kami beristirahat menceritakan bahwa tetangganya ada yang berbeda keyakinan dalam satu  keluarga. Bahkan dia yang beragama Hindu terlahir dari orang tua yang beragama Islam. Tetapi disini tidak pernah terjadi persoalan agama karena semua saling menghargai.</p> <p style="text-align: justify;"> Karena suasana sangat ramai banyak yang susah tidur dan memutuskan untuk berjalan-jalan di daerah sekitar pura. Meski sudah menjelang pagi, dagang-dagang berjejer menjajakan dagangannya. Mulai dari nasi soto, camilan, pakaian, sepatu dan buah-buahan terutama pisang banyak dijual disini.</p> <p style="text-align: justify;"> Salah satu pedagang mengatakan bahwa kali ini pura akan ramai selama sepuluh hari saja. Puncak keramaiannya tanggal 28 Juni yang lalu. Banyak warga Bali yang bersembahyang di sini. Kalau hari biasa katanya sepi. Kadang ketika purnama atau tilem juga ramai.</p> <p style="text-align: justify;"> Masyarakat di sekitar pura sangat diuntungkan bila ada persembahyangan. Banyak yang menyewakan rumahnya kepada pemedak untuk sekedar beristirahat ataupun hanya untuk mengganti pakaian. Selain itu dagangan mereka juga laris terutama yang berjualan kopi, makanan dan camilan untuk oleh-oleh.</p> <p style="text-align: justify;"> Harga yang ditawarkan sangat terjangkau. Untuk camilan mulai dari Rp. 3.000 sampai Rp. 15.000 perbungkus. Kopi mulai dari Rp.3.000 sampai Rp.5.000, satu piring pisang goreng yang berisi 6 hanya Rp.10.000. Harga baju untuk oleh-oleh hampir sama dengan di Bali, rata-rata Rp. 30.000 .</p> <p style="text-align: justify;"> Setelah beristirahat, pukul 4.00 wib kami menuju ke pura. Setelah melakukan persembahyangan kami melanjutkan perjalanan menuju Gunung Arjuno. <strong><em>(Sha)</em></strong></p>
Bhakti Penganyaran ke Pura Mandhara Giri Semeru Agung, Lumajang
14 Jul 2018